Cisco WebEx for Education, solusi telekonferensi dalam pendidikan

27 03 2011

Setelah sekian kali mencoba versi trialnya, akhirnya berhasil memiliki account di WebEx dengan paket Meeting Center. Penasaran dengan kemampuan versi aslinya, ternyata memang WebEx bisa diandalkan untuk mengingkatkan performa dosen dalam memberikan kuliah, paling tidak semua proses saat kuliah bisa direkam dengan baik. Rasanya tidak terlalu merepotkan dibanding instalasi OpenMeeting dan atau Elastix untuk komunikasi dua arah khususnya berbasis audio-video. Justru kerepotan saat awal berlangganan karena nama Indonesia tidak terdapat dalam list negara-negara pembeli webex, tetapi dengan bantuan pak Candra akhirnya dapat respon dari Mr. Richard Shen (sales untuk teritori asia). Terima kasih juga bu anggraini mau ditelpon malam-malam dan menghubungkan dengan pak candra.





2010 in review

2 01 2011

The stats helper monkeys at WordPress.com mulled over how this blog did in 2010, and here’s a high level summary of its overall blog health:

Healthy blog!

The Blog-Health-o-Meter™ reads Fresher than ever.

Crunchy numbers

Featured image

A Boeing 747-400 passenger jet can hold 416 passengers. This blog was viewed about 3,700 times in 2010. That’s about 9 full 747s.

In 2010, there were 4 new posts, growing the total archive of this blog to 16 posts. There were 3 pictures uploaded, taking up a total of 53kb.

The busiest day of the year was January 20th with 41 views. The most popular post that day was Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Strategi Adopsi Teknologi dan Permasalahannya.

Where did they come from?

The top referring sites in 2010 were facebook.com, google.co.id, search.conduit.com, mail.yahoo.com, and plurk.com.

Some visitors came searching, mostly for sistem informasi manajemen rumah sakit, sia pbl fk umy, teknologi kedokteran, sia pbl, and sim rs.

Attractions in 2010

These are the posts and pages that got the most views in 2010.

1

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Strategi Adopsi Teknologi dan Permasalahannya February 2009
6 comments

2

Sistem Informasi Akademik Problem Based Learning (SIA PBL) Di Fakultas Kedokteran UMY (Bagian 1) November 2009
2 comments

3

Pentingnya Penguasaan Teknologi Kedokteran di Rumah Sakit February 2010
2 comments

4

Berbagi Pengalaman Implementasi OpenEMR di Asri Medical Center UMY February 2010
5 comments and 1 Like on WordPress.com,

5

Tentang saya May 2008
14 comments





Cloud Computing dalam medis, mungkinkah ?

13 12 2010
cloudcomputing syaiful fatah

Cloud Computing

Ada sebuah tren menarik akhir-akhir ini dimana sebuah perusahaan software terbesar di dunia mulai menciptakan aplikasi gratis berbasis anggota. Aplikasi tersebut ternyata tidak dijual dalam bentuk CD package  layaknya MS Office, MS Windows, RedHat, SuSE dan berbagai aplikasi pengolah data lainnya seperti Macromedia Dreamweaver, Photoshop maupun Coreldraw. Tetapi aplikasi tersebut dapat digunakan oleh anggota tanpa menginstallnya di PC desktop masing-masing. Nah bagaimana bisa ?

Ya, itulah yang dinamakan cloud computing. Secara harfiah cloud = awan, computing = penghitungan tapi bukan berarti penghitungan awan. Cloud computing merupakan generasi baru software development dimana aplikasi tertanam di sebuah server dengan sistem operasi tertentu yang memungkinkan user anggota dapat menggunakan software melaui sambungan internet (identik dengan awan/cloud). Lihat saja 2 tahun lalu Google mempelopori dengan docs.google.com dimana kita bisa mengelola file Excel, Word, Drawing dan Powerpoint secara langsung dan menyimpannya dalam server google. Kita bahkan dapat mengolah file dari direktori PC desktop menggunakan GoogleDocument itu. Hebatnya kita hanya membutuhkan koneksi internet dan sebuah browser yang support API yang gratis pula. Kita tidak perlu Read the rest of this entry »





Rumah Sakit Pemerintah Perlu Memiliki Blueprint Teknologi Informasi

13 06 2010

Beberapa hari yang lalu diundang untuk melihat dan memberi masukan tentang pemanfaatan teknologi informasi di salah satu RS tipe C milik pemerintah kabupaten di Jawa Barat. Dan seperti biasa saya terlebih dahulu merasakan bagaimana pelayanan yang diberikan, tentunya saya lebih perhatikan pada pemakaian perangkat teknologi informasinya.

Sebuah awal yang tidak terlalu menggembirakan.. setelah setengah jam berkeliling mencari tempat pendaftaran pasien, …tidak ada petunjuk, akhirnya ketemu juga, tapi.. ”wah.. sudah tutup pak, coba saja tanya langsung ke perawat poli, mungkin masih mau menerima” kata salah satu petugas pendaftaran, kira2 45 tahunan usianya, padahal masih jam 9.50 (hari Jum’at). Begitu menuju poli jawaban perawat ragu-ragu dan akhirnya ditanya keluhannya apa (saya masih berdiri) dan diberi surat rujukan untuk ke instalasi radiologi lalu kembali lagi. Bergegas menuju ruang radiologi karena takut dokternya sudah pulang. Di instalasi radiologi cukup simpel karena tidak terlalu antri dan dokter Sp.Rad. nya masih ada. Setelah hasil saya dapat berbegas saya menuju poli penyakit dalam (karena saya mengeluh batuk-batuk lama) dan kaget karena dokter sudah pulang dan perawat yang tadi memberikan rujukan sudah berkemas mau pulang (jam menunjukkan 10.30 WIB). ”Wah dokter sudah pulang pak, bapak bisa ke prakteknya saja biasanya jam 11 sudah buka praktek, nanti hasil foto thoraksnya dibawa saja”, saut perawat yang memberikan rujukan foto toraks PA tadi. Satu-satunya komputer yang saya lihat adalah komputer dokter radiologi yang digunakan untuk mengetikkan hasil pembacaan menggunakan template yang sudah ada.

Dari hasil observasi singkat tersebut saya bisa menyimpulkan bahwa tidak adanya teknologi informasi dapat menghambat proses administrasi dan beresiko menurunnya kepuasan pasien. Tidak dicatatnya semua pasien dalam rekam medik adalah salah satu pelanggaran atas undang-undang praktek kedokteran. Pembayaran yang dilakukan multipoint tanpa adanya sistem informasi beresiko kebocoran anggaran dan praktek ”pungli”. Hal terpenting yang masih tampak adalah kedisiplinan staff medis/paramedis dalam menjalankan standar prosedur operasional masih rendah, terlihat dari ketidaktegasan petugas pendaftaran maupun perawat di poli. Pembuatan surat rujukan radiologi oleh perawat bukanlah kompetensinya, ini adalah sebuah pelanggaran, yang jika tidak terkendali dapat beresiko terhadap kesalahan keputusan klinis. Akhirnya pasien pula yang dirugikan.

Oleh karena itu instansi pelayanan kesehatan apalagi milik pemerintah praktis sangat memerlukan perangkat teknologi informasi yang komprehensif. Perencanaannya pun hendaknya tidak tergesa-gesa dengan tetap mengupayakan proses yang realistis tetapi efisien. Dalam hal perencanaan semestinya dilakukan oleh ahli yang kompeten dan berpengalaman di bidang hospital information system. Perencanaan sistem informasi mestinya bisa mencakup persoalan RS secara holistik dan komprehensif tidak hanya sekedar pemakaian aplikasi billing system dan medical record saja. Akan tetapi perlu dibuat blueprint atau cetak biru sistem informasi.

Secara umum langkah-langkah tersebut dapat ditempuh dengan
1.    Survey
2.    Mapping
3.    Validasi
4.    Rekomendasi, dan
5.    Dokumentasi

Hasil blueprint juga harus mampu menjawab tantangan hingga 10 – 15 tahun mendatang. Hal ini didasarkan pada proses regenerasi dan alih teknologi yang semakin cepat serta sangat dinamisnya kehidupan dan tatanan sosial masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat semakin tinggi pula tingkat pelayanan kesehatan yang harus diberikan.

Blueprint arsitektur teknologi informasi dapat terdiri dari :
1.    Arahan strategis
2.    Arsitektur aplikasi

  • Peta aplikasi
  • Persyaratan software aplikasi
  • Pemodelan software aplikasi

3.    Arsitektur infrastruktur & teknologi

Selain itu harus pula disusun blueprint tata kelola teknologi informasi sebagai bagian dari jaminan kualitas dan keberlangsungan implementasi dimasa akan datang. Diantaranya :
1.    Pengelolaan information technology leadership
2.    Struktur organisasi teknologi
3.    Pola pengambilan keputusan (decision making)
4.    Program tata kelola teknologi informasi

Dan yang terakhir adalah Rekomendasi dan Roadmap dengan dilakukan gap analysis terlebih dahulu untuk dapat melihat peta aplikasi antara sebelum dan asumsi/ilustrasi sesudah diterapkannya sistem informasi tersebut.





Berbagi Pengalaman Implementasi OpenEMR di Asri Medical Center UMY

21 02 2010

Dipercaya untuk mempersiapkan beroperasinya Asri Medical Center milik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta hanya dalam waktu 2 bulan bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Dari sisi penggunaan software medical record, AMC belum memiliki standard baku operasional yang siap untuk dikembangkan dalam software. Layaknya rumah sakit yang baru berdiri, belum memiliki pengalaman dan kebutuhan yang tergambar jelas bentuk pelayanannya. Beberapa yang bisa kami catat garis besarnya adalah implementasi Rekam Kesehatan Elektronik secara total yang meliputi:

  • Appointment
  • ePrescribing
  • Billing System dan
  • Electronic Medical Record

Namun ke-empat requirement tersebut sama sekali belum terdefinisi secara jelas dan terukur. Sebuah pilihan sulit sehingga mau tidak mau kami harus terlibat dalam penyusunan kebijakan. Pilihan ini memiliki 2 makna, disatu sisi kami bisa mengarahkan untuk membuat standard disisi lain kami adalah developer yang dituntut memenuhi kebutuhan itu. Analisis pertama yang memungkinkan adalah menentukan software yang dipakai sehingga bisa mengarahkan kepada ketersediaan fungsi aplikasi didalamnya yang sesuai dengan kebutuhan AMC. Jika dilihat dari model bisnisnya, AMC bukanlah rumah sakit karena didalamnya tidak mengelola rawat inap (inpatient) tetapi lebih mirip pusat layanan spesialistik atau rawat jalan (outpatient).

Bersama tim PMPK, kami merancang schedule proyek dengan berbagai pertimbangan dan berbagai kemungkinan kegagalan. Susunan jadwal tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Tahap     I     : Analisis Masalah
Tahap     II    : Pengumpulan data Kebutuhan
Tahap III    : Analisis software OpenSource
Tahap IV    : Desain Core System
Tahap V    : Developing
Tahap VI    : Implementasi dan pelatihan
Tahap VII    : Analisis masalah tahap II
Tahap VIII    : Desain prototipe
Tahap IX    : Update software
Tahap X    : Implementasi
Tahap XI    : Pelatihan
Tahap XII    : Pendampingan

Pada tahap analisis masalah, kami dapat menemukan adanya kekuatan penting implementasi oemr yakni perawat dan dokter memiliki kemauan tinggi untuk  menggunakan aplikasi. Masalah yang timbul justru pada sistem akuntansi dan keuangan yang belum terstandarsisasi. Padahal inti dari billing system ada pada sistem akuntansinya.

Tantangan itulah yang ternyata mampu diakomodasi oleh oemr dengan fasilitas settingan layanan dan tarif yang sangat dinamis meskipun defaultnya tidak menggunakan prinsip Casemix. Penerbitan Invoice dan Receipt tidaklah sulit disesuaikan dengan kebutuhan, hanya disini kami kesulitan menambahkan tabel nomor kuitansi pada database karena relasinya sangat njelimet  dan berhubungan dengan tabel2 lain yang cukup banyak.

Dari sisi EMR / clinical documentation nya, OEMR ternyata bisa dimodifikasi sesuai dengan format lembar pemeriksaan dokter AMC yang sangat sederhana. Kodifikasi penyakit sudah include dengan ICD-10 dan kodifikasi prosedur tindakan juga sudah inclute ICD-9CM.

Beberapa kelemahan OEMR adalah desainnya yang kurang menarik dan artistik, laporan2 keuangan tidak lazim u/ Indonesia, istilah-istilah tabel dalam database juga kurang lazim. Hanya itu saja, tapi kelemahan itu hanya masalah waktu saja.

Demikian sedikit share pengalaman kami, dan alhamdulillah sampai sekarang belum ada masalah yang berarti dalam implementasinya. AMC sangat mengapresiasi hal ini karena harganya tidak mencapai ratusan juta rupiah tapi kualitasnya hampir sama dengan software yang ratusan juta rupiah.

Jadi siapa mau coba?





Pentingnya Penguasaan Teknologi Kedokteran di Rumah Sakit

14 02 2010

Kalau melihat perkembangan teknologi kedokteran dan kebijakan untuk rumah sakit tak ada habisnya mulai dari program INA-DRG, Case Mix, Sistem Informasi Manajemen RS, hingga medical imaging dan medical engineering. Ujung-ujungnya adalah pada patient care dan patient safety. Rumah sakit tidak cukup alasan untuk mengesampingkan 2 unsur tersebut oleh karena usaha dibidang ini bak dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Satu sisi adalah sebagai organisasi sosial dan satu sisi adalah institusi bisnis. Namun belakangan pergeseran fungsi ini lebih banyak kekanan daripada ke kiri. Ini artinya fungsi sosial RS sudah mulai bergeser menjadi yang kurang dominan.

Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.

Beban tersebut saat ini dijadikan alasan mengapa akses layanan teknologi di RS mahal. Untuk menutupi biaya operasional tersebut tidak jarang pihak menajemen RS membebankannya kepada pasien secara tidak obyektif. Hitung-hitungan tersebut buntutnya akan menaikkan biaya pelayanan yang sangat mahal.

Salah satu solusinya adalah penguasaan teknologi kedokteran. Pemakaian produk-produk bangsa perlu ditingkatkan lebih banyak lagi. USG produk lokal, EKG, Nebulizer, kursi roda, Bed ICU, Stetoskop hingga alat bedah minor kini sudah banyak diproduksi oleh bangsa Indonesia. Mengenai kualitas sebagian memang masih belum bisa menyamai produk luar negeri tetapi sebagian sudah sama berkualitasnya bahkan lebih baik. Semakin banyak produk dalam negeri dipakai, logikanya akan semakin baik pula kualitasnya karena akan semakin banyak ditemukan kelemahannya sehingga dituntut untuk selalu memperbaikinya.

Penelitian2 dibidang rekayasa biomedika ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti kita, bahkan sudah ada sekolahnya. Kalau di UGM dulu ada DIII Elektromedik, sekarang sudah berkembang dengan adanya S2 Teknik Biomedika yaitu di ITB, UI, UGM dan ITS.

Kapan bangsa Indonesia bisa bangkit dibidang ini ?

Pentingnya Penguasaan Teknologi Kedokteran di Rumah Sakit

Kalau melihat perkembangan teknologi kedokteran dan kebijakan untuk rumah sakit tak ada habisnya mulai dari program INA-DRG, Case Mix, Sistem Informasi Manajemen RS, hingga medical imaging dan medical engineering. Ujung-ujungnya adalah pada patient care dan patient safety. Rumah sakit tidak cukup alasan untuk mengesampingkan 2 unsur tersebut oleh karena usaha dibidang ini bak dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Satu sisi adalah sebagai organisasi sosial dan satu sisi adalah institusi bisnis. Namun belakangan pergeseran fungsi ini lebih banyak kekanan daripada ke kiri. Ini artinya fungsi sosial RS sudah mulai bergeser menjadi yang kurang dominan.

Salah satu hal yang menyebabkan pergeseran ini salah satunya adalah kemampuan teknologi dan resources SDM RS yang cenderung tidak berimbang. Di satu sisi teknologi informasi komputer berkembang cepat tapi disisi lain kemampuan SDM bergerak pasif bahkan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan berbagai peralatan IT dan teknologi kedokteran tidak mencapai kapasitas maksimal padahal alat-alat kedokteran hampir bisa ditebak ”pasti” mahal. Padahal peralatan2 tersebut diperoleh dengan cara hutang atau sewa dari perusahaan supplier. Kesalahan prosedur penggunaan dan perawatan alat maupun teknologi menyebabkan tergangunya utilitas yang berakibat mengganggu pendapatan RS. Di samping itu biaya perawatan alat yang mahal merupakan beban tersendiri karena alat tersebut tidak memiliki spare part di Indonesia.

Beban tersebut saat ini dijadikan alasan mengapa akses layanan teknologi di RS mahal. Untuk menutupi biaya operasional tersebut tidak jarang pihak menajemen RS membebankannya kepada pasien secara tidak obyektif. Hitung-hitungan tersebut buntutnya akan menaikkan biaya pelayanan yang sangat mahal.

Salah satu solusinya adalah penguasaan teknologi kedokteran. Pemakaian produk-produk bangsa perlu ditingkatkan lebih banyak lagi. USG produk lokal, EKG, Nebulizer, kursi roda, Bed ICU, Stetoskop hingga alat bedah minor kini sudah banyak diproduksi oleh bangsa Indonesia. Mengenai kualitas sebagian memang masih belum bisa menyamai produk luar negeri tetapi sebagian sudah sama berkualitasnya bahkan lebih baik. Semakin banyak produk dalam negeri dipakai, logikanya akan semakin baik pula kualitasnya karena akan semakin banyak ditemukan kelemahannya sehingga dituntut untuk selalu memperbaikinya.

Penelitian2 dibidang rekayasa biomedika ini sudah banyak dilakukan oleh para peneliti kita, bahkan sudah ada sekolahnya. Kalau di UGM dulu ada DIII Elektromedik, sekarang sudah berkembang dengan adanya S2 Teknik Biomedika yaitu di ITB, UI, UGM dan ITS.

Kapan bangsa Indonesia bisa bangkit dibidang ini ?





SIA PBL 2006 Fakultas Kedokteran (Bagian 2.a)

4 11 2009

SIA PBL 2006 TMSebelum saya lanjutkan ke fitur2 SIA PBL 2006 ™ saya ingin menyampaikan terlebih dahulu aspek teknis yang dirancang dalam system ini, semoga bermanfaat

FKUMY SIA System PBL

  1. Server-server untuk SIA PBL 2006 ditempatkan dalam DMZ. Akses kontrol ke dalam DMZ diatur oleh router dan firewall. Aturan dasar dari firewall adalah “Deny All”.  Port akses kedalam DMZ adalah port 25 (SMTP), port 80 (http) dan port 443 (https). Khusus untuk keperluan remote dekstop akan dibuka port 3363 (remote desktop).
  2. Akses ke DMZ dapat dilakukan melalui TCP/IP, baik Intranet maupun extranet. Intranet digunakan oleh administrasi internal kampus. Extranet digunakan oleh pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengakses SIA PBL 2006, misalnya rumah sakit dan bank. Akses extranet dilakukan melalui jaringan internet.
  3. Seluruh server menggunakan sistem operasi Microsoft Windows 2003 Server.
  4. Pada database terdapat dua server yang keduanya menggunakan Microsoft SQL Server 2005.
  5. Database pertama digunakan untuk OLTP dan business logic yang melayani traksaksi SIA PBL 2006.
  6. Database kedua merupakan replikasi database pertama yang digunakan untuk Data Warehouse, OLAP, dan Reporting Service.
  7. Application server merupakan server yang beriteraksi secara langsung dengan user.
  8. Applicatoin server, selain terhubung dengan jaringan LAN, juga terhubung dengan GSM modem untuk menjalankan aplikasi SMS.

Logical Architecture

SIA PBL Logical architecture

Pembangunan SIA PBL 2006 didasarkan pada :

  1. Seluruh server menggunakan sistem operasi Microsoft Windows 2003 Server
  2. Server DBMS menggunakan Microsoft SQL Server 2005
  3. SIA PBL 2006 dibangun menenggunakan .Net Framework versi 2.0
  4. Coding SIA PBL 2006 menggunakan .Net Framework native language VB .Net atau C#

SIA PBL 2006 menggunakan model n-tier architecure. Logical architecture SIA PBL 2006 dapat dilihat pada gambar diatas.

  1. Pada presentation layer, SIA PBL 2006 dapat diakses menggunakan 3 cara, yaitu web browser, Win Application, dan SMS. Pada layer ini hanya sebagai presentation atau user interface. Walaupun menggunakan windows application, tidak ada business logic yang diletakkan pada sisi user.
    1. Web Browser : penggunaan web browser didasari pertimbangan pada komputer user. Komputer user tidak memerlukan instalasi khusus untuk mengakses SIA PBL 2006. Komputer user hanya digunakan untuk mengakses SIA PBL 2006 dan tidak mempunyai device khusus yang berhubungan dengan operasional business proses FK.
    2. Windows  application: user dapat mengakses SIA PBL 2006 menggunakan software aplikasi windows yang dibangun untuk keperluan SIA PBL 2006. Hal ini dimungkinkan untuk aplikasi-aplikasi tertentu. Pertimbangan yang harus diperhatikan untuk menggunakan windows application adalah spesifikasi PC client harus memenuhi persyaratan untuk menjalankan applikasi dengan .Net Framework versi 2.0, dan PC client terhubung dengan device khusus yang diperlukan untuk operasional business proses FK. Akses business logic SIA PBL 2006 dari windows application dilakukan dengan cara memanfaatkan web service yang dibangun pada sisi business tier. Windows application tidak dapat mengakses langsung ke database, tapi harus menggunakan protokol http.
    3. Cell Phone: akses dari cell phone dilakukan menggunakan SMS. SMS digunakan untuk melayani penyebaran informasi yang diperlukan oleh civitas academic FK (optional) melalui telpon seluler.
    4. Firewall, digunakan untuk membatasi akses ke dalam DMZ. Akses ke server SIA PBL 2006 hanya diperbolehkan menggunakan protokol http.
    5. Web server,  dingunakan sebagai interface utama pada server SIA PBL 2006 ke user. Pada web server diletakkan web application, web services, dan deployment server.
    6. Web application, digunakan untuk memberikan layanan akses SIA PBL 2006 melalui web browser. Web form untuk user interface aplikasi SIA PBL 2006 diletakkan pada bagian ini.
    7. Web service, digunakan untuk memberikan layanan akses SIA PBL 2006 melalui windows application. Semua web method untuk akses business logic SIA PBL 2006 diletakkan pada bagian ini.
    8. Deployment Click One, digunakan untuk keperluan deployment dan installasi software windows application. Instalasi software pada PC user dilalukan menggunakan teknologi Click One. Hal ini bertujuan untuk mempermudah deployment dan kontrol pada saat update software user.
    9. SMS service, digunakan untuk memberikan layanan SMS untuk akses SIA PBL 2006 melalui cell phone (optional).
    10. Busines logic. Bagian ini merupakan business layer, dimana terdapat library dari business logic untuk business proses SIA PBL 2006. Busines logic dapat ditempatkan pada dua tempat, pertama sebagai library pada application server, dan kedua pada server DBMS. Bagian ini juga merupakan interface antara  web application, web service, dan sms service, dengan DBMS.
    11. DBMS OLTP. SIA PBL 2006 menggunakan dua DBMS. DBMS pertama dingunakan untuk OLTP yang melayani seluruh transaski proses binis SIA PBL 2006. Pada bagian ini juga ditempatkan busines logic yang langsung berhubungan dengan proses database. Business logic pada bagian ini dapat berupa store procedure dan CLR (Common Language Runtime). Diutamakan busines logic ditempatkan pada bagian ini.
    12. DBMS OLAP. Bagian kedua DBMS SIA PBL 2006 digunakan sebagai OLAP. DBMS OLAP merupakan replikasi dari DBMS OLTP yang digunakan untuk keperluan datawarehouse, integrasi, analysis, dan reporting.  Selain database engine, pada bagian ini dijalankan SSAS (SQL Server 2005 Analysis Services),  SSIS (SQL Server 2005 Integration Services), dan SSRS (SQL Server 2005 Reporting Services). Akses reporting service oleh user dilakukan melalui web browser.




Sistem Informasi Akademik Problem Based Learning (SIA PBL) Di Fakultas Kedokteran UMY (Bagian 1)

4 11 2009

SIA PBL 2006Sudah lama tidak ngupdate blog ini.. selain praktek, juga oleh karena berbagai kesibukan baik di kampus maupun di luar kampus sebagai konsultan SIM RS. Ya sekedar sharing knowledge saja tentang .Net Framework pada pengembangan sistem informasi akademik untuk kurikulum problem based learning (PBL) pada pendidikan kedokteran terutama yang sudah kami kembangkan selama ini di kampus  FKUMY (alamamater dan juga tempat berkarya saya saat ini).

Sedikit cerita dulu… biar aga “heroik” sedikit… hehe..

Awal mula pengembangan SIA PBL 2006 ™ ini mengalami masa sejarah yang tidak pernah saya lupakan, pengalaman dengan developer “fiktif” yang tidak jelas alamat kantornya yaitu PT. GESINDO SURIN sangat membekas sampai sekarang. Saat itu (tahun 2004) saya masih belum terlibat dalam pelolosan developer tersebut untuk mendapatkan proyek senilai hampir setengah M (+ 450 juta — software+ hardware) yang ternyata hangus dilalap kebohongan dan ketidakprofesionalan pengembang. Hehe.. kini tinggal puing-puing hardware rakitan glodok yang menumpuk di ruang server kami.. Pada akhirnya saya mendapat amanah dari pimpinan untuk mengawal proyek itu setelah berjalan 1 tahun untuk diimplementasikan pada tahun 2004. Awal memegang kendali developing belum merasakan keanehan-keanehan produk GS itu. Namun dengan berbekal dokumen requirement yang ada (meskipun asal-asalan) saya bisa turut mencicipi betapa buruknya struktur database dan relasi-relasinya maupun logika alur business process nya. Dan lebih parahnya lagi proyek ratusan juta itu hanya bisa dipakai untuk satu angkatan saja (dengan mahasiswa tidak lebih dari 200 mahasiswa) karena ketika digunakan pada mahasiswa angkatan 2005 semua table mengalami duplikasi.

Akhirnya saya mengambil keputusan untuk putus kontrak dengan PT.GS itu dengan berbagai pertimbangan baik keuntungan maupun resikonya. Kemudian akhirnya kami susun ulang bersama-sama dengan tim dari rekan-rekan fakultas teknik (Dwijoko, Helmizain, dan Saiful anwar) yang tergabung dalam Medical Information Supporting Unit (MISU) tahun 2005 untuk mengganti total SIMAKPBL 2004 karya PT. GS itu.

Hasil analisa masalah yang menjadi pertimbangan utama adalah sebagai berikut :

  1. SIA PBL 2004 sudah tidak layak lagi digunakan
  2. Sebagian besar user sudah familiar dengan windows dan internet explorer.
  3. Cukup mendesaknya kebutuhan seiring dengan terus berjalannya proses belajar mengajar tetapi proses penilaian terhenti sehingga bisa dikatakan “gawat yang darurat” artinya gawat yang membutuhkan terapi segera
  4. Platform yang paling handal (saat itu) masih milik Microsoft .Net Framework baik dari segi keamanan maupun support system yang disediakan Microsoft.
  5. Universitas sudah memiliki software lisensi Microsoft selain windows XP dan MS Office 2003 yaitu :
    1. MS Windows Server 2003
    2. Visual Studio
    3. MS Visio 2002
    4. MS SQL Server 2005
  6. Serta alasan yang sangat penting adalah proses belajar mengajar tidak bisa dihentikan sehingga alur nilai terus menerus bertambah, sedangkan SIA PBL 2004 sudah tidak mampu lagi mengkover masalah.

Nah.. lalu ahirnya kami dihadapkan pada 2 pilihan, model KSO atau swakelola, namun dengan mempertimbangkan berbagai keuntungan dan kerugian akhirnya saya dan tim memutuskan untuk merekrut programmer secara perorangan untuk membuat baru SIA PBL berdasarkan arahan dan instruksi dari tim MISU saat itu.

Lalu SIMAKPBL 2004 kita rilis ulang menjadi SIA PBL 2006 ™ dengan karakteristik dan keunggulan sebagai berikut :

  1. Mampu mengelola kurikulum dengan sistem Problem Based Learning (PBL) yang khas dengan kegiatan TUTORIAL dan perkuliahan dalam bentuk BLOK
  2. Sistem lebih stabil dan sangat dinamis mengikuti pola kebijakan PBL klasik maupun KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) sesuai dengan Standard Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
  3. Memiliki fasilitas-fasilitas unggulan seperti :
    1. Bank Soal
    2. Item analisis (Analisis tingkat kesulitan soal ujian)
    3. Blokset
    4. Opscan Nilai
    5. Terintegrasi dengan SIA PBL 2006 Online dan SMS Gateway
    6. Format laporan sesuai dengan EPSBED (Drjen DIKTI)
    7. Terintegrasi dengan sistem presensi barcode (MISU Sign System) dan jadwal kuliah
  4. .Net framework sangat aman dari virus maupun bugs
  5. Dapat diakses dengan menggunakan Internet Explorer dan browser lain tanpa harus menginstal apapun di PC Client.
  6. dll

(bersambung ke bagian 2 – Fitur-fitur SIA PBL 2006 ™ )





Banyak Belajar dari EHR PMPK UGM di RSCM, catatan singkat perjalanan 2 hari

25 04 2009

 

dsc_01891Hari ini terasa melelahkan sekali.. entah kenapa sejak berangkat dari jogja sudah agak kurang mantab dengan keputusan untuk ke Jakarta hari ini. Mulai dari load kerjaan di fakultas yang selalu tinggi menjelang kepergian, ditambah lagi dengan urusan keluarga oleh karena baru pindah rumah 2 hari yang lalu hingga keterlambatan kedatangan Argo Dwipangga hingga 2 jam 57 menit dari jadwal semula. Begitu sampai di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di daerah Menteng, ternyata penghuni kamar yang dipesan belum check out, terpaksa mandi di kamar mandi kantor MKKM.

Namun tidak berarti perjalanan ke Jakarta ini menjadi kekurangan makna. Ternyata banyak yang saya dapat dari RSCM tentang administrasi pasien rawat jalan dan rawat inap terutama tentang standard data dan standar kode diagnosis. Ada beberapa hal penting yang bisa diambil bahwa dalam pengembangan Sistem Informasi Manajemen RS harus memenuhi standard-sandar international. Di Indonesia belum banyak vendor yang mengembangkan SIM RS yang support terhadap pertukaran data klinis pasien ke komunitas internasional. EHR system di RSCM ini (dikembangkan oleh PMPK UGM) ternyata sudah sedemikian kompleks memasuki era globalisasi data kesehatan yang uniq. Beberapa kelebihan EHR yang ada ini antara lain:

  1. UMLS, merupakan library of biomedical vocabulary dari berbagai istilah kedokteran di dunia. Dikembangkan oleh National Laibrary of Medicine sejak lebih kurang 15 tahun yang lalu, saat ini memiliki banyak vocabulary terpadu didalam UMLS metathesaurus diantaranya NCBI taxonomy, Gene Ontology, Medical Subject Heading (MeSH), OMIM dan Digital Anatomist Symbolic Knowledge Base. Dapat dibayangkan jika suatu SIM RS yang terdapat modul clinical database mengentri setiap diagnosis kemudian tekait dengan gejala-gejala yang ada, maka suatu ketika semantik web merekamnya menjadi sebuah informasi maka informasi tersebut akan diolah oleh computer akan dihasilkan berbagai probabilitas diagnosis terkait.
  2. PACS (Picture Archiving Communication System). Standard pertukaran data image antar device sehingga memungkinkan untuk mengintegrasikan dengan informasi klinis pasien. Data image tersebut suatu saat bisa dianalisa ulang (retrieval) untuk membantu memecahkan masalah kesehatan. Siemens, GE, adalah beberapa contoh perusahaan alat medis yang menyediakan perangkat software PACS pada setiap instalasinya.
  3. HL7 (Health Level 7) merupakan rujukan para pengembang SIM RS untuk melakukan pengkodan data-data klinis secara teratur berdasarkan ANSI (American National Standard Institute) untuk data exchange, sharing, integration, dan retrieval informasi kesehatan elktronik antar Sistem Informasi Kesehatan. 
  4. SNOMED (Systematized Nomenclature of Medicine)
  5. SNOMED – CT

Pada hari kedua saya lebih banyak berdiskusi tentang pengelolaan organisasi IT di rumah sakit dan inovasi-inovasi yang diperlukan untuk melakukan akselerasi. Banyak programmer di Tanah Air ini yang mungkin merasa kurang dihargai jika berkecimpung di dunia kesehatan. Sebaliknya tuntutan pengembangan teknologi dibidang system informasi kesehatan semakin lama semakin besar, tidak hanya terbatas pada Billing System, Pharmacy System tapi lebih daripada itu yakni Medical Record – Control dan Management hingga pada Clinical Decision Support System.

Pentingnya IT di RS tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, tetapi harus mampu menjadi target dan media pengembangan ilmu kedokteran masa depan. Kebanyakan RS masih menganggap sepele sector teknologi informasi, dan tidak sedikit yang masih berfikir bahwa core business RS adalah pada pelayanan kesehatan, bukan pada teknologi informasi, hal ini menyebabkan banyak sekali RS yang setelah sekian lama mengembangkan SIM mengalami kegagalan pada titik waktu tertentu.

Ini tantangan besar bagi saya dan tim PMPK FK UMY untuk menciptakan SIM RS khas untuk amal usaha kesehatan Muhammadiyah Aisyiah sebagaimana telah ditargetkan dalam Business Plan PMPK FK UMY. 





Tentang PPA (Phenilpropanolamin) sebabkan perdarahan otak dan rekomendasi BPOM RI

22 04 2009

BPOM RI – Phenylpropanolamin Aman
BPOM RI menjelaskan, bahwa obat-obatan yang beredar di Indonesia dan mengandung Phenylpropanolamine (PPA) adalah AMAN selama sudah mendapat IJIN EDAR dari BPOM.
Berikut adalah tulisan mengenai PPA:
Phenylpropanolamine telah dipasarkan selama bertahun-tahun. Pada awal tahun 1970-an, US FDA melakukan tinjauan ilmiah atas produk OTC atau obat bebas untuk menentukan keamanan dan efektivitas produk yang dipasarkan di Amerika Serikat, dan phenylpropanolamine atau PPA atau fenilpropanolamin diikut-sertakan dalam tinjauan tersebut. Pada tahun 1976, hasil panel para ahli menyarankan agar phenylpropanolamine ke dalam kategori GRAS (Generally recognized as safe) atau secara umum aman untuk nasal decongestant. Kemudian pada tahun 1982 para ahli menyarankan agar phenylpropanolamine ke dalam kategori GRAS untuk mengontrol berat. Namun hingga kini FDA belum menyetujui phenylpropanolamine sebagai GRAS karena kekhawatiran tentang laporan-laporan berkala hemorrhagic stroke yang terkait dengan penggunaan obat ini. Kemudian pada tahun 2000-an PPA mulai banyak dibicarakan di masyarakat karena adanya laporan kejadian stroke hemorrhagic (stroke karena perdarahan) yang terjadi di Amerika Serikat. Berikut adalah reaksi dari banyak negara mengenai PPA. Berikut adalah beberapa berita Phenylpropanolamine di beberapa negara lain: Amerika Serikat – perubahan dari OTC ke obat Resep Langkah-langkah telah diambil oleh Administrasi Makanan dan Obat-obatan untuk menghapus phenylpropanolamine dari semua produk karena risiko haemorrhagic stroke. Perusahaan-perusahaan obat telah diminta untuk menghentikan pemasaran produk-produk yang mengandung phenylpropanolamine, yang digunakan sebagai decongestant di banyak obat batuk dan pilek dan produk dalam penurun berat badan, yang dijual secara bebas atau kategori OTC. Kemudian pada tanggal 22 Desember 2005 FDA mengeluarkan pemberitahuan untuk mengumpulan masukkan guna diusulkan kepada pembuat aturan (rulemaking) untuk obat OTC nasal decongestant dan produk penurun berat badan yang mengandung phenylpropanolamine untuk mengubah status phenylpropanolamine sebagai nonmonograph (Kategori II) umumnya tidak dikenal sebagai aman dan efektif. Atau produk ini tidak boleh dijual secar OTC. Referensi: FDA Talk Paper, T00-58, November 2000 ; http://www.fda.gov/cder/drug/infopage/ppa/; http://www.fda.gov/CDER/drug/infopage/ppa/science.htm

Jepang – Revisi label untuk phenylpropanolamine Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan menginstruksikan produsen domestik dan jalur distribusi obat-obatan untuk memperbaiki label atas produk yang mengandung phenylpropanolamine (PPA). Label tersebut memuat informasi akan adanya resiko pendarahan otak dan kontraindikasi terhadap penderita hipertensi. 1 Referensi: Farmasi Jepang, 1724, 4 Desember 2000.

Kanada – peringatan konsumen & Reformulasi Pada awalnya Departemen Kesehatan Kanada hanya mengeluarkan sebuah peringatan tentang phenylpropanolamine (PPA) yang banyak digunakan sebagai nasal decongestant dalam obat resep dan non resep untuk batuk pilek, sinus dan alergi baik dalam bentuk kombinasi produk maupun bentuk sediaan tunggal. Kemudian selanjutnya Kesehatan Kanada menyatakan bahwa produk obat yang mengandung phenylpropanolamine akan ditarik dari pasar. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan bahan ini di obat-obatan OTC dan resep, tidak dapat dibenarkan, walau jarang kejadian akan haemorrhagic stroke. Proses untuk menghapus semua produk yang mengandung PPA dari pasar Kanada telah dimulai. Sejumlah produsen telah diminta untuk mekalukan reformulasi obat batuk dan pilek, sinus dan alergi dengan obat alternatif yang aman dan efektif.
Referensi: Kesehatan Kanada. Siaran Pers, 2000-108, 6 November 2000.

Inggris – perbaikan informasi pasien Komite Keselamatan Obat-obatan (CSM) telah menerima bukti baru dari Haemorrhagic Stroke Project. Selama pertemuan pada tanggal 8 November 2000, mereka menyimpulkan bahwa bukti hubungan antara haemorrhagic stroke dan phenylpropanolamine (PPA) adalah lemah. Selain itu, obat-obatn untuk pilek yang ada di pasar di Inggris memiliki dosis maksimum harian yang rendah (100 mg) dibandingkan dengan produk yang beredar di Amerika Serikat (1). Ada perdebatan atas keamanan terhadap phenylpropanolamine yang mungkin tidak berlaku untuk produk-produk Inggris. Di Eropa, isomer yang berbeda yang dikenal sebagai norpseudoephedrine banyak digunakan (2). Pertimbangan dari isomer ini menjelaskan mengapa banyak obat bereaksi berbahaya di Eropa adalah adanya perubahan mental pada orang-orang di Amerika Utara sehingga mereka lebih kompatibel dengan hipertensi. CSM ini telah didukung dan disarankan untuk produsen supaya lebih meningkatkan informasi produk yang ada dengan lebih menonjol peringatan. Pasien yang prihatin tentang penghentian produk-produk yang mengandung PPA sebaiknya berkonsultasi kepada apoteker, untuk dapat menyarankan solusi alternatif. PPA- dan produk yang mengandung PPA tidak boleh digunakan oleh kelompok pasien tertentu, seperti penderita tekanan darah tinggi atau penyakit jantung. Referensi 1. Komite Keamanan Obat-obatan, 18 Desember 2000. http://www.open.gov.uk/mca 2. Pharmaceutical Journal, 265: 709 (2000)

Australia– tidak ada penarikan obat TGA yang telah menjadi sadar akan informasi yang berasal dari Amerika Serikat mengenai situasi PPA yang telah beredar luas di masyarakat Australia melalui pesan email. Hal ini tidak jelas dan menyesatkan penerima informasi tersebut berkaitan dengan pasar AS, bukan Australia, terutama sejak beberapa nama merek yang disebutkan, seperti Dimetapp dan Robitussin, Di Australia tidak ada penarikan atas produk berlaku yang berkaitan dengan PPA dan tidak ada produk yang mengandung PPA di pasar Australia. Sumber: WHO Drug Information Vol. 14, No. 4, 2000 {dikutip dari Anthony web id)